Analisis Kritik Kehidupan Penyanyi Doger dalam Cerita Pendek Nurjanah Karya Jujur Pranoto dan Selendang Merah Karya M.Husseyn Umar: Sebuah Kajian Sosiologi Sastra

  1. Pendahuluan

Kritik sosial adalah salah satu ciri dari sebuah karya sastra. Unsur kritik sosial menjadi baik karena adanya unsur estetika yang melekat pada karya sastra tersebut. Dalam hal ini, karya sastra yang dianggap baik adalah karya sastra yang mempunyai kritik sosial. Bahkan, karya sastra yang baik mengungkapkan dunia yang seharusnya menurut moral tidak terjadi (Budi Darma: 136). Hal ini membuat karya sastra tidak akan terlepas dari kritik sosial yang menghidupi isi cerita. Kritik dalam karya sastra disampaikan pengarang melalui tokoh, tingkah laku, maupun penggambaran keadaan latar di dalam cerita. Unsur pengarang sangat berperan dalam menciptakan karya sastra yang mengandung kritik tertentu agar diterima oleh masyarakat. Lebih dalam lagi, sudut pandang pengarang dalam melihat sebuah peristiwa atau fenomena sosial di masyarakat menjadi acuan yang tidak bisa dihiraukan. Hal tersebut disebabkan penilaian karya sastra akan berpengaruh terhadap bagaimana cara pengarang menyampaikan kritik dalam cerita.

Hubungan karya sastra dengan pengarang itu sendiri berkaitan dengan aspek kondisi sosial masyarakat. Kondisi sosial masyarakat yang melingkupi pengarang akan menciptakan sebuah karya sastra yang bertujuan untuk menyampaikan hal yang dianggap pengarang perlu untuk disampaikan. Hal tersebut bisa saja berupa kritik, apresiasi, dan lain sebagainya. Aspek kondisi sosial masyarakat yang menghubungkan karya sastra dengan pengarang memiliki relasi dengan aspek sosiologi sastra. Oleh karena itu, pembahasan mengenai hubungan karya sastra dengan pengarang dan kondisi sosial masyarakat termasuk dalam kajian sosiologi sastra. Dalam makalah ini, karya sastra akan dibahas berdasarkan kajian sosiologi sastra. Kajian yang akan dipaparkan terkait dengan aspek pengarang dalam menyampaikan kritik di karya sastra. Hasil kajian tersebut akan memperlihatkan penilaian dari karya sastra tersebut.

Korpus data yang diambil dalam makalah ini adalah cerita pendek yang berjudul Nurjanah karya Jujur Pranoto dan Selendang Merah karya M.Husseyn Umar. Hal ini disebabkan kedua cerita pendek tersebut merupakan cerita sejenis. Kedua cerita memiliki kesamaan membahas kehidupan penyanyi doger yang berkaitan erat dengan kemiskinan dan tindakan asusila. Selain itu, penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan jarak pengarang dengan karya sastra dalam melakukan kritik. Tidak hanya itu, makalah ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan sifat dari kritik yang disampaikan pengarang dalam karya sastra. Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui nilai dari karya sastra yang mengandung kritik. Landasan teori yang akan dipakai adalah teori sosiologi sastra mengenai sastra dan kritik sosial dari buku Writer & Critic and Other Essays oleh George Lukacs. Dalam hal ini, aspek sastra dan kritik sosial cerita pendek Nurjanah karya Jujur Pranoto dan Selendang Merah karya M.Husseyn Umar akan dideskripsikan sesuai teori. Berdasarkan dua aspek yang perlu diperhatikan dalam melihat kritik karya sastra, dapat terlihat penilaian kedua karya sastra tersebut apakah baik atau malah buruk.

 

II. Sastra dan Kritik Sosial

George Lukacs dalam buku Writer & Critic and Other Essays mengutip pendapat Matthew Arnold yang mengatakan bahwa sastra adalah critism of life. Kritik hidup memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan kritik sosial. Meskipun demikian, kedua hal tersebut termasuk ke dalam kelompok kritik. Maksud dari kritik ini adalah karya sastra berusaha memperbaiki keadaan moral melalui amanat pengarang. Dalam hal ini, Lukacs juga memaparkan dua hubungan yang berkaitan erat dengan penggolongan karya sastra yang buruk dan tidak buruk.

Hal pertama yang harus menjadi pertanyaan adalah dari mana kritik itu dilancarkan, dari atas atau dari bawah. Maksud dari atas atau bawah ini adalah kritik ini dibuat pengarang dari golongan atas atau pengarang dari golongan bawah. Selain itu, dilihat pula apakah karya sastra yang dibuat tersebut membiaskan beberapa implikasi. Hal tersebut disebabkan sudah sejauh mana pengarang dapat membuat jarak terhadap sasarannya. Jika pengarang melebur menjadi satu dari bagian anggota masyarakat yang terlibat dalam persoalan, maka pandangan pengarang akan sama dengan anggota masyarakat tersebut. Hal tersebut akan membuat pengarang tidak akan mampu menulis dengan baik. Pertanyaan kedua yang harus dilayangkan kepada karya sastra adalah apakah kritik itu dapat mengungkapkan sesuatu yang lebih mendalam, sublim, dan hakiki atau hanya bersifat dangkal yang terbatas pada permukaan saja.

Jika pengarang melihat persoalan atau permasalahan dari bawah, maka pengarang akan terlalu banyak terlibat dalam detail dan kurang hakiki. Meskipun pengarang dapat mengambil jarak dengan sasarannya, tetapi kalau melihat dari bawah pasti akan terserempet masalah yang sifatnya sesaat dan setempat. Misalnya, dalam penggambaran Nazi pengarang masih terikat untuk menggambarkan kekejaman secara terperinci. Padahal, kekejaman semacam ini bersifat universal, dapat terjadi kapan saja, dan dimana saja. Pembaca kurang mendapat kesan bahwa manusia mempunyai perasaan kejam yang sama. Selain itu, pembaca juga hanya akan terpaku dengan model kejam dalam bentuk tersebut saja.

Hal tersebut akan berbeda dengan pengarang yang melihat persoalan dari atas. Hal ini akan membuat pengarang dapat menghasilkan karya sastra yang mendalam, sublim, dan hakiki. Misalnya, Balzac dan Stendahl. Permasalahan universal yang diangkat dapat dirasakan pembaca. Kekuatan, kelemahan, kekejaman, kebahagiaan, dan lain sebagainya terasa tidak hanya terjadi dalam karya itu saja, tetapi dapat terjadi pada siapa saja. Hidup juga akan terasa memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dan bukan hanya sekadar dokumen. Hal yang sifatnya hanya dokumen akan lebih mudah mengungkapkan moral atau amanatnya, tetapi akan cepat lekang oleh waktu. Sebaliknya, hal yang sifatnya menggambarkan alam pikiran dan perasaan manusia tidak akan cepat lekang oleh waktu.

 

III. Analisis Kritik Kehidupan Penyanyi Doger dalam Cerita Pendek Nurjanah Karya Jujur Pranoto dan Selendang Merah Karya M.Husseyn Umar

Dalam buku Writer & Critic and Other Essays, George Lukacs memaparkan dua hubungan yang berkaitan erat dengan penggolongan karya sastra yang buruk dan tidak buruk. Dua hal tersebut adalah asal golongan kritik dan sifat dari kritik yang disampaikan pengarang dalam karya sastra. Asal golongan kritik melihat jarak yang dipakai oleh pengarang dengan sasarannya. Jarak tersebut berhubungan dengan golongan pengarang. Pada cerita pendek Nurjanah karya Jujur Pranoto dan Selendang Merah karya M.Husseyn Umar, pengarang mempunyai jarak terhadap sasarannya. Dari hal tersebut pula, pengarang kedua cerita tersebut diketahui berasal dari golongan atas. Hal tersebut terlihat dalam kutipan di bawah ini.

 

“Dengan hentakan kecil Nurjanah meloncat ke atas panggung. Begitu kakinya menapak, tubuhnya yang terbungkus rok terusan ketat merah berkelap-kelip itu langsung berputar satu lingkaran.” (Nurjanah, 1992: 46)

 

“Sinan ingat kembali bagaimana Saman, suaminya itu, dulu tergila-gila kepadanhya, bagaimana dia melambai-lambainya dari pinggir gelanggang, dari belakang kawannhya, karena rupanya dia tidak berani atau masih malu-malu untuk mengibing di tengah gelanggang.” (Selendang Merah, 2000: 123)

 

Dari kutipan di atas, cerita pendek Nurjanah menggunakan sudut pandang pengarang orang ke-3. Hal tersebut ditandai dengan adanya nama, yaitu Nurjanah. Begitu juga dengan cerita pendek Selendang Merah. Cerpen tersebut juga menggunakan sudut pandang pengarang orang ke-3. Hal tersebut disebabkan adanya kata dia dan nama tokoh, yaitu Sinan dan Saman. Sudut pandang pengarang orang ke-3 tersebut menggambarkan bahwa terdapat jarak antara pengarang dengan sasarannya. Biasanya, kedekatan pengarang atau keterlibatan pengarang dalam cerita ditandai dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu aku.

Adanya jarak antara pengarang dan sasaran membuat karya sastra yang dihasilkan pengarang akan mampu ditulis dengan baik. Hal tersebut disebabkan pengarang tidak menjadi anggota masyarakat yang terlibat dalam cerita. Ketidakterlibatan pengarang akan membuat pandangan pengarang menjadi tidak sama dengan anggota masyarakat yang terlibat dalam cerita. Hal tersebut akan memunculkan pandangan yang mendalam dan tidak hanya sebatas permukaan saja. Hal tersebut penting untuk pengarang karena pandangan pengarang tidak akan keseret ke dalam masalah yang sifatnya sesaat dan tidak menyeluruh.

Selain itu, jarak yang dimunculkan pengarang dengan sasaran pada kedua cerita pendek tersebut menandakan bahwa pengarang berasal dari golongan atas. Golongan ini dapat diketahui dari sifat kedua cerita pendek yang melihat persoalan secara menyeluruh dan tidak berkutat pada satu aspek saja. Misalnya, pada cerita pendek Nurjanah profesi tokoh Nurjanah yang menjadi penyanyi doger mendapat permusuhan dari istri penonton doger. Namun, hal tersebut tidak menjadi halangan Nurjanah menyanyi doger agar mendapatkan uang. Ternyata, sikap matrealistik yang dimiliki Nurjanah disebabkan terdesaknya kebutuhan biaya pengobatan anaknya. Hal tersebut dapat terlihat dalam kutipan di bawah ini.

 

“Atau ketika ia ditanggap lurah seberang kali dalam rangka sunatan anaknya. Nurjanah baru menyanyi dua lagu ketika merasa “diganggu”. Pengirimnya gampang ditebak, istri lurah itu sendiri.” (Nurjanah: 49)

 

“Nurjanah mengangkat tubuh anaknya, memeluknya, menciumnya, mendekapnya erat. Badannya sangat panas. Sementara itu mantri kesehatan mengemasi barang-barang bawaannya.” (hlm. 53)

 

Kutipan di atas menjelaskan bahwa pekerjaan Nurjanah sebagai penyanyi doger yang dianggap sebelah mata oleh sebagian masyarakat memunculkan permusuhan dari istri penonton doger. Permusuhan tersebut dilayangkan kepada Nurjanah melalui guna-guna dukun. Meskipun demikian, Nurjanah tidak gentar untuk mendapatkan uang dari menyanyi doger. Hal tersebut disebabkan kebutuhan Nurjanah untuk membiayai pengobatan anaknya yang sedang sakit. Anggapan masyarakat yang tidak sama dengan pengarang tersebut karena pengarang berasal dari golongan atas. Hal tersebut diketahui dari sudut pandang pengarang yang bukan merupakan bagian dari anggota masyarakat yang terlibat dalam cerita. Jika pengarang berasal dari golongan bawah, maka cerita akan berkutat pada strereotipe penyanyi doger yang nakal dan mempunyai perlaku tidak terpuji, seperti merebut suami orang.

Begitu pula dengan cerita pendek Selendang Merah karya M.Husseyn Umar. Sinan yang menjadi penyanyi doger terkenal ditaklukan oleh seorang laki-laki bernama Saman. Hubungan Sinan dan Saman dilanjutkan hingga pernikahan. Semenjak itu pula Sinan sudah tidak lagi menjadi penyanyi doger walaupun kariernya sedang menjulang. Ketika mempunyai anak, anak mereka sakit keras dan Saman tidak bisa mencari nafkah karena becaknya rusak. Kebutuhan anaknya berobat membuat Sinan kembali menjadi penyanyi doger. Hal tersebut terlihat dalam kutipan di bawah ini.

 

“Semua godaan orang-orang yang biasa mengidam-idamkan dia di tempat doger dan permintaan dari teman-temannya supaya ia mendoger lagi ditolaknya. Orang-orang heran kenapa dia seolah-olah “santri” sesudah kawin.” (Selendang Merah: 124)

 

“Akhirnya mereka berdua tertidur di dekat anaknya yang menderita radang paru-paru itu, dengan keyakinan besok paginya akan membawanya ke dokter yang dikehendakinya.” (hlm. 136)

 

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Sinan menjadi penyanyi doger untuk mendapatkan pundi-pundi uang. Namun, Sinan tidak terjebak dalam lingkaran hitam pertunjukan doger. Setelah mendapatkan pria yang dicintainya, Sinan tidak mempermasalahkan jika tidak menjadi penyanyi doger walaupun ia menjadi primadona. Ketulusan seorang ibu yang tidak tega melihat anaknya sakit membuat Sinan kembali menjadi penyanyi doger untuk mendapatkan uang berobat anaknya. Meskipun telah bersusah payah mendapatkan uang berobat, tetap saja nyawa anaknya tidak tertolong. Dalam hal ini, cerita pendek tersebut mempunyai pandangan yang berbeda dari tanggapan masyarakat yang terlibat dalam cerita. Hal yang tidak sama tersebut termasuk ke dalam cerita yang bersifat menyeluruh. Sisi lain yang tidak banyak diketahui masyarakat disampaikan dengan bagus. Selain itu, cerita tersebut juga merupakan menggambarkan alam pikiran dan perasaan manusia.

 

IV. Penutup

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita pendek Nurjanah karya Jujur Pranoto dan Selendang Merah karya M.Husseyn Umar merupakan cerita yang mempunyai jarak antara pengarang dan sasarannya. Hal tersebut disebabkan kedua cerita pendek tersebut mengambil sudut pandang pengarang orang ke-3. Ciri penanda pengarang menggunakan sudut pandang orang ke-3 adalah adanya kata dia, ia, dan nama tokoh, seperti Nurjanah, Sinan, dan Saman. Dengan adanya jarak tersebut, maka pengarang mampu menulis cerita dengan baik tanpa berkutat di satu persoalan, tetapi menyikapi persoalan secara menyeluruh. Pandangan pengarang yang melihat persoalan secara menyeluruh di luar anggota masyarakat yang terlibat menandakan pengarang kedua cerita pendek berasal dari golongan atas.

Penggolongan tersebut tidak hanya diketahui dari penggunaan sudut pendang pengarang saja. Golongan atas dapat terlihat dari isi cerita yang mendalam. Pendalaman cerita membuat kedua cerita pendek tersebut terasa tidak hanya terjadi dalam karya itu saja, tetapi dapat terjadi pada siapa saja. Hal tersebut membuat hidup memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Tidak hanya itu, adanya hubungan yang saling memengaruhi tersebut juga membuat kedua cerita pendek tersebut tidak akan cepat lekang oleh waktu. Hal tersebut disebabkan kedua cerita pendek tersebut menggambarkan alam pikiran dan perasaan manusia.

 

 

Daftar Pustaka

Lukacs, George. 1974. Writer & Critic and Other Essays, ed. dan terj. Arthur D Kahn. New York: Grosset & Dunlap.

Pranoto, Jujur. 1992. Nurjanah. Dalam Kado Istimewa: Cerpen Pilihan Kompas 1992. Jakarta: Kompas.

Umar, M.Husseyn. 2000. Selendang Merah. Jakarta: Grasindo.

Wasono, Sunu, dkk. Pengantar Sosiologi Sastra Indonesia. Depok. Program Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑